SINABANG – Pulau Simeulue di Provinsi Aceh telah mencatat sejarah dengan mengekspor kali pertama sebanyak 10.260 kilogram gurita beku ke Negeri Sakura. Ekspor perdana senilai Rp 885.903.920 ini bisa menjadi momentum kebangkitan sektor kelautan dan perikanan di wilayahnya.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Rina mengungkapkan ekspor ini merupakan yang pertama dari Simeuleu. “Hari ini kami laporkan bahwa kita akan melepas ekspor pertama kali dalam sejarah BKIPM Aceh yaitu ekspor produk perikanan gurita beku,” kata Rina pada Jumat saat pelepasan ekspor di Aceh.
Rina menambahkan, keberhasilan ekspor ini berkat sinergisitas beberapa para pemangku kepentingan. Mulai dari BKIPM, Pemda Simeuleu, Perum Perindo, serta Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP).
Dimulai dari Perum Perindo yang bertindak sebagai Unit Pengolah Ikan (UPI) menggunakan internal cold storage (ICS). Selanjutnya, terdapat penerbitan sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) oleh Ditjen PDSPKP dan penerbitan hazard analysis critical control point (HACCP) oleh BKIPM.
“Kami di ujung (proses) dapat memoles lebih indah dengan sertifikat HACCP sehingga produk perikanan Simeulue dapat diterima pasar Jepang,” terangnya.
Bupati Simeulue, Erly Hasyim berharap ekspor perdana dari Simeulue ke Negeri Sakura ini bisa menjadi momentum kebangkitan sektor kelautan dan perikanan di wilayahnya. Hasyim menegaskan jajarannya berkomitmen menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai penopang ekonomi andalan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Peningkatan volume dan nilai produksi perikanan Simeulue terus digenjot melalui bantuan sarana dan prasarana perikanan sehingga komoditas unggulan perikanan Simeulue mampu memenuhi pasar lokal dan dapat bersaing dan diterima di pasar internasional,” terang Erly.
Dalam kesempatan tersebut, Erly juga mengapresiasi ekspor perdana produk kelautan dan perikanan Simeulue yang telah membuat catatan sejarah. Selama ini, belum pernah dilakukan ekspor langsung dari Simeulue menuju negara tujuan.
“Kita ketahui bahwa selama ini hasil perikanan Simeulue yang terus dijual ke Medan dan yang melakukan ekspor adalah pelaku usaha Medan,” ujarnya.
Senada, anggota Komisi IV DPR, TA Chalid menyebut ekspor perdana ini sebagai bentuk nyata sinergitas di lapangan. Terlebih ICS yang dipakai adalah bantuan dari KKP dan menunjukkan dana pusat yang disalurkan ke Aceh khususnya Simeulue menjadi berkah bagi masyarakat setempat.
“Dananya tidak mubazir dan tentunya hal ini akan menjadi perhatian dari kami sehingga kami dari DPR RI bisa mendorong untuk lebih mengoptimalkan anggaran di KKP agar bisa memberikan lebih banyak lagi anggaran Ke Aceh, khususnya Simeulue,” kata legislator dapil Aceh ini.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta jajarannya untuk memfasilitasi para pelaku usaha perikanan agar dapat eksis di pasar dunia. Fasilitas tersebut bisa ditunjukkan dari sisi pendampingan, sertifikasi, profiling potensi pasar, hingga memperkuat peran sebagai quality assurance dari produk yang dihasilkan pelaku usaha.
Tak hanya itu, Trenggono juga mengajak pelaku usaha untuk menerapkan prinsip sanitasi dan higiene yang baik dalam proses produksi serta memastikan bahan baku perikanan yang dipakai bukan hasil kegiatan illegal fishing maupun destructive fishing.
“Dengan demikian produk yang dihasilkan memiliki jaminan mutu sehingga mampu bersaing di pasar global,” pungkas Trenggono.